Melalui Siaran Pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) 2022 (Senin, 13/12/2021), Menteri Keuangan menyampaikan bahwa rata-rata kenaikan tarif cukai rokok adalah 12%. Kenaikan tertinggi terjadi pada rokok golongan Sigaret Putih Mesin (SPM) IIIB yaitu 14,4%. Kenaikan terendah terjadi pada rokok golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT) II dengan jumlah kenaikan 2,5%. Kebijakan tersebut direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2022.
Pemerintah melakukan penyederhanaan tarif yang awalnya 10 lapisan menjadi 8 lapisan tarif, dengan rincian sebagai berikut. Golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) I naik 13,9%, yang semula 865 menjadi 985. Golongan SKM IIA dan IIB tarifnya naik menjadi 600, dengan persentase kenaikan 12,1% dan 14,3%. SPM I naik 13,9% dari 935 menjadi 1.065, sedangkan SPM IIA dan IIB naik 12,4% dan 14,4% dengan tarif 635.
Pada Golongan SKT kenaikan maksimal dipatok 4,5%. Persentase kenaikan tertinggi yaitu pada SKT IB dan SKT III yakni 4,5% dengan tarif masing-masing 345 dan 115. Pada golongan SKT IA dan SKT II, tarif cukai naik 3,5% dan 2,5%, dengan besar tarif 440 dan 205.
Sri Mulyani menjelaskan, dengan kenaikan tarif cukai rokok, produksi rokok diekspektasikan untuk menurun dari 320,1 Miliar batang menjadi 310,4 Miliar batang. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi merokok pada anak maupun orang dewasa sehingga dapat mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Dalam menyusun kebijakan CHT, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tetap berfokus pada pemulihan ekonomi, serta berupaya melindungi masyarakat dari konsumsi rokok. Kebijakan disusun dengan tetap memperhatikan kepentingan kesempatan kerja serta dari sisi petani dan industri rokok yang masih padat karya. “Sementara untuk industri-industri yang memang sangat pesat, memproduksi sangat besar dan konsumsi masyarakat juga terdominasi oleh mereka, mereka diberikan kenaikan tarif yang lebih tinggi”, imbuhnya.